Kamis, 18 Desember 2014

PROGRAM BIMBINGAN DI SEKOLAH DAN PERANAN GURU DALAM PELAKSANAANNYA

A.    Program Bimbingan di Sekolah
Kegiatan bimbingan dan konseling dapat mencapai hasil yang efektif bilamanana di mulai dari adanya program yang disusun dengan baik. Program bimbingan berisi rencana kegiatan yang akan di lakukan dalam rangka pemberian layanan bimbigan dan konseling. Winkel (1991) menjelaskan bahwa program bimbingan merupakan suatu rangkaian kegiatan terencana, terorganisasi dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu.
1.      Pengertian Program Bimbingan
Menurut pendapat Hotch dan Costor yang dikutip oleh Gipson dan Mitchell (1981) program bimbingn dan konseling adalah suatu program yang memberikan layanan khusus yang dimaksudkan untuk membantu individu dalam mengadakan penyesuaian diri. Program bimbingan ini menyangkut dua factor yaitu (1) Factor pelaksana atau orang yang akan memberikan bimbingan dan (2) factor-faktor yang berkaitan dengan perlengkapan, metode, bentuk layanan siswa-siswa dan sebagainya yang mempunyai kaitan dengan kegiatan bimbingan (Abu Ahmadi, 1977).
Program bimbingan memberikan arah yang jelas dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan efisien dan efektif.
Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) menyatakan bahwa program bimbingan yang disusun dengan baik dan rinci akan memberikan banyak keuntungan, seperti:
a)      Memungkinkan para petugas menghemat waktu, usaha, biaya dengan menghindari kesalahan-kesalahan dan usaha coba-coba yang tidak menguntungkan;
b)      Memungkinkan siswa untuk mendapat layanan bimbingan secara seimbang dan menyeluruh, baik dalam hal kesepakatan, ataupun dalam jenis layanan bimbingan yang diperlukan;
c)      Memungkinkan setiap petugas mengetahui dan memahami peranannya masing-masing dan mengetahui bagaimana dan dimana mereka harus melakukan upaya secara tepat;
d)     Memungkinkan para petugas untuk menghayati pengalaman yang sangat berguna untuk kemajuannya sendiri dan untuk kepentingan para siswa yang dibimbingnya.
Pendapat di atas, menekankan perlunya rumusan program bimbingan yang jelas dan sistematik. Keberhasilan dalam merumuskan program yang demikian, merupakan titik awal keberhasilan pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah.
2.      Langkah-langkah Penyusunan Program Bimbingan
Dalam penyusunan program bimbingan perlu ditempuh langkah-langkah seperti dikemukakan oleh Miller yang dikutip oleh Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) seperti berikut:
a)      Tahap persiapan. Langkah ini dilakukan melalui survai untuk menginventarisasi tujuan, kebutuhan dan kemampuan sekolah, serta kesiapan sekolah yang bersangkutan untuk melaksanakan program bimbingan. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan langkah awal pelaksanaan program.
b)      Pertemuan-pertemuan permulaan dengan para konselor yang telah ditunjuk oleh pimpinan sekolah. Tujuan pertemuan ini untuk menyamakan pemikiran tentang perlunya program bimbingan, serta merumuskan arah program yang di susun.
c)      Pembentukan panitia sementara untuk merumuskan program bimbingan yang akan di susun, mempersiapkan bagan organisasi dari program tersebut dan membuat kerangka dasar dari program bimbingan yang akan disusun.
d)     Pembentukan panitia penyelenggara program. Panitia ini bertugas mempersiapkan program tes, mempersiapkan dan melaksanakan system pencatatan dan melatih para pelaksana program bimbingan untuk melaksanakan kegiatan tersebut.
Di samping rumusan tentang langkah-langkah penyusunan program bimbingan sebagaimana di kemukakan itu, berikut ini dapat pula di sajikan langkah-langkah penyusunan program bimbingan yang urutannya cukup sederhana, yaitu:
a)      Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan sekolah terutama yang ada kaitannya dengan kegiatan bimbingan. Pada kegiatan ini dapat dilakukan pertemuan-pertemuan dengan personel sekolah lainnya guna mendapatkan masukan (input) mengenai berbagai hal yang perlu ditangani leh konselor.
b)      Setelah data terkumpul perlu dilakukan penentuan urutan prioritas egiatan yang akan dilakukan, dan sekaligus menyusun konsep program bimbingan yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Dalam kegiatan ini juga ditentukan personalia yang akan melaksanankan program kegiatan itu serta sasaran dari program tersebut.
c)      Konsep program bimbingan dibahas bersama kepala sekolah bila perlu dengan mengundang personel sekolah untuk memperoleh balikan guna penyempurnaan program tersebut.
d)     Penyempurnaan konsep program yang telah dibahas bersama kepala sekolah.
e)      Pelaksanaan program yang telah di rencanakan.
f)       Setelah program dilaksanankan, perlu di adakan evaluasi. Hal ini di maksudkan untuk mengetahui bilamana ada bagian-bagian yang tidak terlaksna dan seterusnya dicari factor penyebabnya.
g)      Dari hasil evaluasi program tersebut kemudian dilakukan penyempurnaan (revisi) untuk program berikutnya.
Demikianlah seterusnya sehingga terwujudlah program bimbingan yang lebih sempurna. Terciptanya program bimbingan yang baik telah merupakan sebagian dari keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling itu sendiri.
3.      Variasi Program Bimbingan menurut Jenjang Pendidikan
Layanan  bimbingan dan konseling di sekolah seharusnya dilaksanakan secara terus-menerus, mulai dari jenjang pendidikan terendah (Taman Kanak-kanak) sampai jenjang pendidikan tertinggi (Perguruan Tinggi). Secara ideal kegiatan tersebut seharusnya berkesinambungan. Meskipun demikian layanan bimbingan tersebut mempunyai  penekanan-penekanan yang berbeda-beda untuk setiap jenjang pendidikan. Hal ini mengingat kebutuhan dan perkembangan anak untuk setiap jenjang pendidikan juga berbeda. Winkel (1991) memberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan dalam menyusun program bimbingan di tingkat pendidikan tertentu, yaitu:
a)      Menyusun tujuan jenjang pendidikan tertentu, seperti  yang telah dirumuskan. Tujuan pendidikan di Sekolah Dasar, jelas berbeda dengan tujuan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama dan seterusnya.
b)      Menyusun tugas-tugas perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan peserta didik pada tahap perkembangan tertentu.
c)      Menyusun pola dasar yang dipedomani dalam memberikan layanan.
d)     Menentukan komponen-komponen bimbingan yang diprioritaskan.
e)      Menentukan bentuk bimbingan yang sebaiknya diutamakan, seperti bimbingan kelompok atau bimbingan individual, bimbingan pribadi, bimbingan akademik atau bimbingan karir, dan sebagainya.
f)       Menentukan tenaga-tenaga bimbingan yang dapat dimanfaatkan, misalnya konselor, guru atau tenaga ahli lainnya.
Berdasarkan rambu-rambu tersebut, program bimbingan untuk masing-masing jenjang pendidikan dapat dirumuskan dengan tepat sesuai dengan karakteristiknya. Selain itu, program bimbingan hendaknya disesuaikan dengan keadaan individu yang akan dilayani.
a.       Pendidikan Taman Kanak-kanak
Menurut Winkel (1991) tenaga –tenaga pendidik di Taman Kanak-kanak juga dituntut untuk memberikan layanan bimbingan. Hal ini dikuatkan dalam Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1880 Buku III C, dalam rangka pelaksanaan kurikulum Taman Kanak-kanak 1976.
Layanan Bimbingan dan Konseling di Taman Kanak-Kanak, hendaknya ditekankan pada:
a)      Bimbingan yang berkaitan dengan kemandirian dan keharmonisan dalam menjalin hubungan sosial dengan teman-teman sebayanya.
b)      Bimbingan pribadi, seperti pemupukan disiplin diri dan memahami perintah.

b.      Program Bimbingan di Sekolah Dasar
Program kegiatan bimbingan dan konseling untuk siswa-siswa Sekolah Dasar lebih menekankan pada usaha pencapaian tugas-tugas perkembangan mereka antara lain mengatur kegiatan-kegiatan bellajarnya dengan bertanggungjawab; dapat berbuat dengan cara-cara yang dapat diterima oleh orang dewasa serta teman-teman sebayanya, mengembangkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung; mengembangkan kesadaran moral berdasarkan nilai-nilai kehidupan dengan membentuk kata hati (Winkel, 1991).
Berkenaan dengan penyusunan program bimbingan di sekolah dasar, Gibson dan Mitchell (1981) mengemukakan beberapa factor yang harus dipertimbangkan, seperti:
a)      Kegiatan bimbingan di SD hendaknya lebih menekankan pada aktivitas-aktivitas belajar.
b)      Di SD masih menggunakan system guru sehingga seandainya ada anak yang tidak disenangi oleh guru, maka akan lebih fatal akibatnya.
c)      Adanya kecenderungan seorang anak bergantung kepada teman sebayanya.
d)     Minat orang tua dominan mempengaruhi nilai kehidupan anak.
e)      Masalah-masalah yang timbul di tingkat SD, tidak terlalu kompleks.

c.       Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Dalam hal ini  Winkel (1991) mengemukakan mengemukakan tugas-tugas perkembangan untuk siswa/anak  pada tingkat SLTP antara lain: menerima peranannya sebagai pria atau wanita, memperjuangkan taraf kebebasan yang wajar dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, menambah bekal pengetahuan dan pemahaman untuk pendidikan lanjutan serta mengembangkan kata hati sesuai dengan nilai-nilai kehidupan.
Hambatan dari pencapaian tugas-tugas perkembangan tersebut antara lain: kurang kepercayaan diri, kurangnya kepekaan perasaan, sering timbulnya kegelisahan, dan kurangnya semangat kerja keras. Dengan adanya kenyataan yang dialami oleh anak-anak tersebut, program bimbingan hendaknya di arahkan atau ditekankan pada penanggulangan masalah itu sehingga mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya dengan baik.
Secara garis besarnya program bimbingan dan konseling di SLTP hendaknya berorientasi kepada:
a)      Bimbingan belajar, karena cara belajar di SLTP berbeda dengan di SD.
b)      Bimbingan tentang huungan muda-mudi, karena pada usia ini mereka mulai mengenal hubungan cinta kasih (Gibson dan Mitchell, 1981).
c)      Pada usia ini mereka mulai membentuk kelompok sebaya (peer group), maka program bimbingan hendaknya juga menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan hubungan sosial.
d)     Bimbingan yang berorientasi pada tugas-tugas perkembangan anak usia 12-15 tahun.
e)      Bimbingan karir baik yang menyangkut pemahaman tentang dunia pendidikan ataupun pekerjaan.

d.      Program Bimbingan di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
Cole (1959) mengemukakan beberapa tugas-tugas pada usia remaja (siswa SLTA) yaitu bertujuan untuk mencapai: (1) kematangan emosional, (2) kemantapan minat terhadap lawan jenis, (3) kematangan sosial, (4) kebebasan diri dari control orang tua, (5) kematangan intelektual, (6) kematangan dalam pemilihan pekerjaan, (7) efisiensi penggunaan waktu luang, (8) kematangan dalam memahami filsafah hidup, dan (9) kematangan dalam kemampuan mengidentifikasi diri.
Dengan demikian program bimbingan dan konseling di SMTA hendaknya dapat mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi siswa, sehingga mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangan tersebut. Oleh sebab itu, program bimbingan di SLTA hendaknya berorientasi kepada :
a)      Hubungan muda-mudi/hubungan sosial.
b)      Pemberian informasi pendidikan dan jabatan.
c)      Bimbingan cara belajar.

e.       Program Bimbingan di Perguruan Tinggi
Tugas-tugas perkembangan pada usia dewasa menntut seseorang untuk lebih mandiri, dan berdisipin diri (self dcipline). Mereka dituntut untuk mampu mengembangkan sikap membina ilmu demi kemajuan bangsanya (Winkel, 1991).
Di samping itu mahasiswa juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan pola kehidupan kampus dan di luar kampus. Pola kehidupan kampus lebih menekankan kepada aspek akademik, seperti cara belajar mandiri, cara mengatur waktu, menimbulkan motivasi belajar, memilih program studi dan menjalin hubungan sosial. Masalah-masalah di luar kampus yang mungkin timbul adalah masalah biaya pendidikan, fasilitas belajar, tempat tinggal, makanan yang bergizi, dan sebagainya (Winkel, 1991).
Efektivitas dan efisiensi program bimbingan dapat terwujud bila di arahkan kepada masalah-masalah sebagaimana di gambarkan di atas. Oleh sebab itu, program bimbingan di Perguruan Tinggi hendaknya berorientasi kepada :
1)      Bimbingan belajar di perguruan tinggi atau bimbingan yang bersifat akademik.
2)      Hubungan sosial dan hubungan muda-mudi.

4.      Tenaga Bimbingan di Sekolah Beserta Fungsi dan Perananya
Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian yang integral dari keseluruhan proses pendidian sekolah. Oleh karena itu pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah menjadi tanggung jawab bersama antara personel sekolah, yaitu : Kepala Sekolah, guru-guru, wali kelas dan petugas lainnya (Rochman Natawidjaja dan Moh Surya, 1985). Pekerjaan konselor merupakan salah satu dari pekerjaan professional di sekolah (Gibson and Mitchell, 1981).
Koestoer, P. (1982) mengemukakan sejumlah personalia/konselor di sekolah terdiri dari:
a)      Konselor sekolah
b)      Guru konselor/guru pembimbing
c)      Tenaga khusus/psikolog sekolah, pekerja sosial sekolah, dokter, dan juru rawat.
Dalam kurikulum SMA 1975 Buku III C tentang Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan dikemukakan bahwa konselor di sekolah terdiri dari (a) Kepala Sekolah, (b) Penyuluh Pendidikan (konselor sekolah), (c) Guru penyuluh atau wali kelas, (d) Guru, dan (e) Petugas Administrasi. Dalam kurukulum tersebut dijelaskan rincian tugas masing-masing personel sebagai berikut:
a.       Kepala Sekolah
Dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, Kepala Sekolah mempunyai tugas sebagai berikut:
1)      Membuat rencana/program sekolah secara menyeluruh.
2)      Mendelegasikan tanggung jawab tertentu dalam pelaksanan bimbingan dan penyuluhan.
3)      Mengawasi pelaksanaan program.
4)      Melengkapi dan menyediakan kebutuhan dan fasilitas bimbingan dan penyuluhan.
5)      Mempertanggungjawabkan program tersebut baik ke dalam (sekolah) maupun ke luar (masyarakat).
6)      Mengadakan hubungan dengan lembaga-lembaga di luar sekolah dalam rangka kerjasama melaksanakan bimbingan.
7)      Mengkoordinasikan kegiatan bimbingan dengan kegiatan-kegiatan lainnya.

b.      Penyuluh Pendidikan (Konselor Sekolah)
Dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah konselor sekolah sangat berperan. Adapun peranan dan tugas konselor sekolah dalam kegiatan bimbingan dan konseling adalah :
1)      Menyusun program bimbingan dan konseling bersama Kepala Sekolah.
2)      Memberikan garis-garis kebijaksanaan umum mengenai kegiatan bimbingan dan konseling.
3)      Bertanggung jawab terhadap jalannya program.
4)      Mengkoordinasikan program kegiatan pelaksanaan program sehari-hari.
5)      Memberikan laporan kegiatan kepada Kepala Sekolah.
6)      Membantu siswa untuk memahami dan mengadakan penyesuaian pada diri sendiri, lingkungan sekolah dan lingkungan sosial yang makin lama makin berkembang.
7)      Menerima dan mengklasifikasikan informasi pendidikan dan informasi lainnya yang diperoleh dan menyimpannya sehingga menjadi catatan kumulatif siswa.
8)      Menganalisis dan menafsirkan data siswa untuk menetapkan suatu rencana tindakan positif terhadap siswa.
9)      Menyelenggarakan pertemuan staf.
10)  Melaksanakan bimbingan kelompok dan konseling individual.
11)  Memberikan informasi pendidikan dan jabatan kepada siswa-siswa dan menafsirkannya untuk keperluan pendidikan dan jabatan.
12)  Mengadakan konsultasi dengan instansi-instansi yang berhubungan dengan program bimbingan dan konseling dan memimpin usaha survai dalam masyarakat sekitar sekolah untuk mengetahui lapangan-lapangan kerja yang terbuka.
13)  Bersama guru membantu siswa memilih pengalaman atau kegiatan-kegiatanko-kurikuler yang sesuai dengan minat, sifat, bakat dan kebutuhannya.
14)  Membantu guru menyusun pengalaman belajar dan membuat penyesuaian metode mengajar yang sesuai dengan dan dapat memenuhi sifat masalah masing-masing siswa.
15)  Mengadakan penelaahan lanjutan terhadap siswa-siswa tamatan sekolahnya dan terhadap siswa putus sekolah serta melakukan usaha penilaian lain yang berhubungan dengan program bimbingan secara tetap.
16)  Mengadakan konsultasi dengan orang tua siswa dan mengadakan kunjungan rumah (home visit).
17)  Menyelenggarakan pembicaraan kasus (case conference).
18)  Mengadakan wawancara program latihan bagi para petugas bimbingan.
19)  Menyelenggarakan program latihan bagi para petugas bimbingan.
20)  Melakukan alihtangan (referal) masalah siswa kepada lembaga atau alih llain yang lebih berwenang.

c.       Guru Penyuluh/Wali Kelas
Wali kelas merupakan personel sekolah yang ditugasi untuk menangani masalah-masalah yang dialami oleh siswa yang menjadi binaanya. Berkenaan dengan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah peran dan tanggung jawab wali kelas adalah :
1)      Mengumpul data tentang siswa.
2)      Menyelenggarakan bimbingan kelompok.
3)      Meneliti kemajuan dan perkembangan siswa (akademik, sosial, fisik, pribadi)
4)      Mengawasi kegiatan siswa sehari-hari.
5)      Mengobservasi kegiatan siswa di rumah.
6)      Mengadakan kegiatan orientasi.
7)      Memberikan penerangan.
8)      Mengatur dan menempatkan siswa.
9)      Memantau hubungan sosial siswa dengan individu lainnya dari berbagai segi, seperti frekuensi pergaulan, intensitas pergaulan dan popularitas pergaulannya.
10)  Bekerjasama dengan konselor dalam membuat sosiometri dan sosiogram.
11)  Bekerjasama dengan konselor dalam mengadakan pemeriksaan kesehatan psikologis oleh tim ahli.
12)  Mengidentifikasikan siswa yang memerlukan bantuan.
13)  Ikut serta atau menyelenggarakan sendiri pertemuan kasus (case conference).


d.      Guru/Pengajar
Adapun tugas dan tanggung jawab guru dalam kegiatan ini adalah:
1)      Turut serta aktif dalam membantu melaksanakan kegiatan program bimbingan dan konseling.
2)      Memberikan informasi tentang siswa kepada staf Bimbingan dan Konseling.
3)      Memberikan layanan instruksional (pengajaran).
4)      Berpartisipasi dalam pertemuan kasus.
5)      Memberikan informasi kepada siswa.
6)      Meneliti kesulitan dan kemajuan siswa.
7)      Menilai hasil kemajuan belajar siswa.
8)      Mengadakan hubungan dengan orang tua siswa.
9)      Bekerjasama dengan konselor dalam pengumpulan data siswa dalam usaha mengidentifikasikan masalah yang dihadapi siswa.
10)  Membantu memecahkan masalah siswa.
11)  Mengirimkan (referral) masalah siswa yang tidak dapat diselesaikannya kepada konselor.
12)  Mengidentifikasikan, menyalurkan dan membina bakat.

e.       Petugas Administrasi
Mengenai tugas dan tanggung jawab petugas administrasi dalam kegiatan bimbingan dan konseling adalah:
1)      Mengisi kartu pribadi siswa.
2)      Menyimpan catatan-catatan (record) dan data lainnya.
3)      Menyelesaikan laporan dan pengumpulan data tentang siswa.
4)      Mengirim dan menerima surat panggilan dan surat pemberitahuan.
5)      Menyiapkan alat-alat atau formulir-formulir pengumpulan data siswa, seperti angket, observasi wawancara, riwayat hidup, sosiometri dan sosiogram, kunjungan rumah, panggilan orang tua, pemeriksaan dan pemeriksaan psikologis,

5.      Struktur Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan tanggungjawab Kepala Sekolah. Program bimbingan di sekolah merupakan bagian yang terintergasi dengan seluruh kegiatan pendidikan. Dalam kurikulum SMA tahun 1975 buku III C dinyatakan bahwa  Kepala Sekolah berperan langsung sebagai coordinator bimbingan dan berwenang untuk menentukan garis kebijaksanaan bimbgan, sedangkan konselor merupakan pembantu Kepala Sekolah yang bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah.

6.      Mekanisme Implementasi Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Untuk melaksanakan program bimbingan dan konseling di sekolah, konselor beserta personel lainnya perlu memperhatikan komponen kegiatan sebagai berikut:
a.       Komponen Pemrosesan Data
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling meliputi beberapa aspek, yaitu: (1) pengumpulan data, (2) pengklasifikasian, (3) pendokumentasian, (4) penyimpanan, (5) penyediaan data yang diperlukan, dan (6) penafsiran. Data yang perludiproses adalah data tentang keadaan siswa di sekolah yang meliputi: (a) kemampuan skolastik (bakat khusus, hasil blajar, kepribadian, intelegensi, riwayat pendidikan); (b) cita-cita; (c) hubungan sosial; (d) minat terhadap mata pelajaran; (e) kebiasaan belajar; (f) kesehatan fisik; (g) pekerjaan orang tua; dan (h) keadaan keluarga.
b.      Komponen Kegiatan Pemberian Informasi
Komponen ini terdiri dari: (1) pemberian orientasi kehidupan sekolah kepada siswa baru; (2) pemberian informasi tentang program studi kepada siswa yang dipandang memerlukannya; (3) pemberian informasi jabatan kepada siswa yang diperkirakan tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan (4) pemberian informasi pendidikan lanjutan.
c.       Komponen Kegiatan Konseling
Konseling dilakukan terhadap siswa yang mengalami masalah yang sifatnya lebih pribadi. Jika ada masalah yang tidak dapat diatasi oleh petugas yang bersangkutan, perlu dialihtangankan kepada pihak lain yang lebih ahli.
d.      Komponen Pelaksana
Pelaksana jenis kegiatan tersebut adalah konselor sekolah, konselor bersama guru bidang studi dan juga kepala sekolah sesuai dengan fungsi dan peranannya masing-masing.
e.       Komponen Metode/Alat
Alat yang dipakai untuk melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan itu dapat berupa: tes psikologis; tes hasil belajar; dokumen; angket; kartu pribadi; brosur/poster; konseling dan sebagainya. Ini sesuai dengan jenis data atau kegiatan yang akan di kumpulkan/dilakukan.
f.       Komponen Waktu Kegiatan
Jadwal kegiatan layanan dapat dilakukan pada awal tahun ajaran, secara periodic, bilamana perlu (incidental), akhir masa sekolah, awal semester atau waktu lain tergantung dari jenis/macam kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
g.      Komponen Sumber Data
Data yang diperlukan dapat diperoleh dari siswa yang bersangkutan; guru; orang tua; teman-teman siswa; masyakat ataupun instnsi. Hal ini tergantung atas jenis data yang diperlukan.
Semua kegiatan ini dikoordinasi oleh konselor dan dipertanggungjawabkan kepada Kepala Sekolah.

B.     Peranan Guru dalam Pelaksanaan Bimbingan di Sekolah
Peranan guru dalam pelaksanaan bimbingan di skolah dapat dibedakan menjadi dua:
1.      Tugas Guru dalam Layanan Bimbingan di Kelas
Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) menyatakan bahwa fungsi bimbingan dalam proses belajar-mengajar itu merupakan salah satu kompetensi guru yang terpadu dalam keseluruhan pribadinya.
Perilaku guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar, misalnya guru yang bersifat otoriter akan menimbulkan suasana tegang, hubungan guru siswa menjadi kaku, keterbukaan siswa untuk mengemukakan kesulitan-kesulitan sehubungan dengan pelajaran itu menjadi terbatas, dan sebagainya. Oleh karena itu guru harus dapat menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan belajar-mengajar. Sehubungan dengan itu Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) mengemukakan beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam proses belajar-mengajar sesuai dengan fungsinya sebagai guru dan pembimbing, yaitu:

a)      Perlakuan terhadap siswa didasarkan atas keyakinan bahwa sebagai individu, siswa memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
b)      Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa.
c)      Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati, menyenangkan.
d)     Pemahaman siswa secara empatik.
e)      Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu
f)       Penampilan diri secara asli (genuine) tidak berpura-pura, di depan siswa.
g)      Kekonkretan dalam menyatakan diri.
h)      Penerimaan siswa secara apa adanya.
i)        Perlakuan terhadap siswa secara permissive.
j)        Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantu siswa untuk menyadari perasaannya itu.
k)      Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran saja, melainkan menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih dewasa.
Abu Ahmadi ( 1977) mengemukakan peran guru sebagai pembimbing dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, sebagai berikut:
a)      Menyediakan kondisi-kondisi  yang memungkinkan setiap siswa merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian. Suasana demikian dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa.
b)      Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat dan  pembawaannya.
c)      Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang baik. Tingkah laku siswa yang tidak matang dalam perkembangan sosialnya ini dapat merugikan dirinya sendiri maupun teman-temannya.
d)     Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Guru dapat memberkan fasilitas waktu, alat atau tempat bagi para siswa untuk mengembangkan kemampuannya.
e)      Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minatnya. Berhubung guru relative lama bergaul dengan para siswa, maka kesempatan tersebut dapat dimanfaatkannya untuk memahami potensi siswa. Guru dapat menunjukkan arah minat yang cocok dengan bakat dan kemampuannya. Melalui penyajian materi pelajaran usaha bimbingan tersebut dapat dilaksanakan.
Di samping tugas-tugas tersebut di atas, guru juga dapat melakukan tugas-tugas bimbingan dalam proses pembelajaran seperti berikut:
a)      Melaksanakan kegiatan diagnostic kesulitan belajar.dalam hal ini guru mencari atau mengidentifikasi sumber-sumber kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, dengan cara:
1)      Menandai siswa yang diperkirakan mengalami masalah, dengan jalan melihat prestasi belajarnya yang paling rendah atau berada di bawah nilai rata-rata kelasnya.
2)      Mengidentifikasikan mata pelajaran di mana siswa mendapat nilai rendah (di bawah rata-rata kelas).
3)      Menelusuri bidang/bagian di mana siswa mengalami kesulitan yang menyebabkan nilainya rendah. Dengan demikian dapat ditemukan salah satu sumber penyebab timbulnya kesulitan belajar.
4)      Melaksanakan tindak lanjut, apakah perlu pelajaran tambahan, dengan bimbingan dari guru secara khusus, atau tindakan-tindakan lainnya.
b)      Guru dapat memberikan bantuan sesuai dengan kemampuan dan kewenangannya kepada murid dalam memecahkan masalah pribadi. Masala-masalah yang belum terpecahkan dan berada di luar batas kewenangan guru dapat dialihtangankan (referal) kepada konselor yang ada di sekolah itu atau kepada ahli lain yang dipandangnya tepat untuk menangani masalah tersebut.

2.      Tugas Guru dalam Operasional Bimbingan di Luar Kelas
Tugas guru dalam layanan bimbingan tidak terbatas dala kegiatan proses belajar-mengajar atau dalam kelas saja, tetapi juga kegiatan-kegiatan bimbingan di luar lelas. Tugas-tugas bimbingan itu antara lain:
a)      Memberikan pengajaran perbaikan (remedial teaching)
b)      Memberikan pengayaan dan pengembangan bakat siswa.
c)      Melakukan kunjungan rumah (home visit).
d)     Menyelenggarakan kelompok belajar, yang bermanfaat untuk:
1)      Membiasakan anak untuk bergaul dengan teman-temannya, bagaimana mengemukakan pendapatnya dan menerima pendapat dari teman lain.
2)      Merealisasikan tujuan pendidikan dan pengajaran melalui belajar secara bersama”.
3)      Mengatasi kesulitan-kesulitan, terutama dalam hal pelajaran secara bersama-sama.
4)      Belajar hidup bersama agar nantinya tidak canggung di dalam masyarakat yang lebih luas.
5)      Memupuk rasa kegotongroyongan.

C.     Kerjasama Guru dengan Konselor dalam Layanan Bimbingan
Dalam kegiatan belajar-mengajar sangat diperlukan adanya kerjasama antara guru dengan konselor demi tercapainya tujuan yang di harapkan. Dalam hal ini Rochman Natawidjaja dan Moh. Surya (1985) mengutip pendapat Miller yang mengatakan bahwa:
a)      Proses belajar menjadi sangat efektif, apabila bahan yang dipelajari dikaitkan langsung dengan tujuan-tujuan pribadi siswa.
b)      Guru yang memahami siswa dan masalah-masalah yang dihadapinya, lebih peka terhadap hal-hal yang dapat memperlancar dan mengganggu kelancaran kegiatan kelas.
c)      Guru dapat memperhatikan perkembangan masalah atau kesulitan siswa secara lebih nyata.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan disekolah akan lebih efektif bila guru dapat bekerja sama dengan konselor sekolah dalam proses pembelajaran.  Adanya keterbatasan-keterbatasan dari kedua belah pihak (guru dan konselor) menuntut adanya kerjasama tersebut.
Konselor mempunyai keterbatasan dalam hal yang berkaitan dengan (1) kurangnya waktu untuk bertatap muka dengan siswa, hal ini karena tenaga konselor masih sangat terbatas, sehingga pelayanan siswa dalam jumlah yang cukup banyak tidak bias dilakukan secara intensif; (2) keterbatasan konselor sehingga tidak mungkin dapat memberlikan pengajaran perbaikan untuk bidang studi tertentu, dan sebagainya.
Di lain pihak guru juga mempunyai beberapa keterbatasan. Menurut Lestoer Partowisastro (1982) keterbatasan-keterbatasan guru tersebut antara lain:
a)      Guru tidak mungkin lagi menangani masalh-masalah siswa yang bermacam-macam, karena guru tidak terlatih untuk melaksanakan semua tugas itu.
b)      Guru sendiri sudah berat tugas mengajarnya, sehingga tidak mungkin lagi ditambah tugas yang lebih banyak untuk memecahkan berbagai macam masalah siswa.
Di dalam menangani kasus tertentu konselor perlu menghadirkan guru atau pihak-pihak terkait guna membicarakan pemecahan masalah yang dihadapi siswa.
Kegiatan semacam ini disebut dengan konferensi kasus (case conference). Bila guru menemui masalah yang sudah berada di luar batas kewenangannya, guru dapat mengalihtangankan masalah siswa tersebut kepada konselor.

Kegiatan-kegiatan bimbngan dan konseling yang di laksanakan di sekolah, dikoordinasikan oleh konselor, dengan demikian pelaksanaan kegiatan bimbingan oleh para guru tidak lepas begitu saja, tetapi dipantau oleh konselor. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar