Minggu, 14 Desember 2014

TEORI-TEORI BELAJAR YANG DIKEMUKAKAN OLEH PARA AHLI

Berikut ini uraian materi tentang teori-teori belajar

1. Teori Nativisme
Nativisme berasal dari kata “nativus” artinya pembawaan.Teori nativisme ini dipelopori oleh Schopenhauer.Teori nativisme dikenal juga dengan teori naturalism atau teori pesimisme.Teori ini berpendapat bahwa manusia itu mengalami pertumbuhkembangan bukan karena faktor pendidikan dan intervensi lain diluar manusia itu, melainkan ditentukan oleh bakat dan pembawaannya. Teori ini berpendapat bahwa upaya pendidikan itu tidak ada gunanya dan tidak ada hasilnya. Bahkan menurut teori ini pendidikan it upaya itu justru akan merusak perkembangan anak. Pertumbuhkembangan anak tidak perlu diintervensi dengan upaya pendidikan, agar pertumbuhkembangan anak terjadi secara wajar, alamiah, sesuai dengan kodratnya. Menurutnya, misalnya seorang anak ahli main music tanpa di didik maka ia akan menjadi ahli music, begitupun penjahat akan tetap penjahat.
Menurut teori nativisme ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia yaitu : factor genetic, factor kemampuan anak, dan factor pertumbuhan anak. Adapun tujuannya  dari ketiga factor yang mempengaruhi perkembangan tersebut yaitu adalah sebagai berikut :Dapat memunculkan bakat yang dimiliki, Menjadikan diri yang berkompetensi, Mendorong manusia dalam menetukan pilihan, Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang, dan Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki.
Melihat dari tujuan-tujuan itu memang bersifat positif.Tetapi dalam penerapan di praktek pendidikan, teori tersebut kurang mengenai atau kurang tepat tanpa adanya pengaruh dari luar seperti pendidikan.Dalam praktek pendidikan suatu kematangan atau keberhasilan tidak hanya dari bawaan sejak lahir.Akan tetapi banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya seperti lingkungan.Dapat diambil contoh lagi yaitu orang tua yang tidak mampu dan kurang cerdas melahirkan anak yang cerdas daripada orang tuanya.Hal tersebut tidak hanya terpaut masalah gen, tetapi ada dorongan-dorongan dari luar yang mempengaruhi anak tersebut.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, sekarang ini yang ada dalam praktek pendididkan tidak lagi memperhatikan apakah manusia memiliki bakat dari lahir atau tidak, melainkan kemauan atau usaha yang dilakukan oleh manusia tersebut untuk kemajuan yang besar bagi dirinya.Memang secara teoritis pendidikan tidaklah berpengaruh atau tidak berdaya dalam membentuk atau mengubah sifat dan bakat yang dibawa sejak lahir.Kemudian potensi kodrat menjadi cirri khas pribadi anak dan bukan dari hasil pendidikan.Terlihat jelas bahwa anatara teori nativisme dan pendidikan tidak mempunyai hubungan serta tidak saling terkait antara yang satu dengan lainnya.Oleh sebab itulah aliran atau teori nativisme ini dianggap aliran pesimistis, karena menerima kepribadian anak sebagaimana adanya tanpa kepercayaan adanya nilai-nilai pendidikan yang dapat ditanamkan untuk merubah kepribadiannya.

2.     Teori Emprisme
Secara epistimologi, istilah empirisme berasal dari kata Yunani yaitu emperia yang artinya pengalaman.Berbeda dengan rasionalisme yang memberikan kedudukan bagi rasio sebagai sumber pengetahuan, maka empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriyah maupun pengalaman batiniyah.Thomas Hobbes menganggap bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan (kalkulus), yaitu penggabungan data-data inderawi yang sama, dengan cara berlainan. Dunia dan materi adalah objek pengenalan yang merupakan system materi dan merupakan suatu proses yang berlangsung tanpa hentinya atas dasar hukum dan mekanisme. Prinsip dan metode empirisme diterapkan pertama kali oleh Jhon Locke, langkah utamanya adalah teori empirisme seperti yang telah diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran rasionalisme Descartes.Menurut dia, segala pengetahuan dating dari pengalaman dan tidak lebih dari itu.
Sementara menurut David Hume bahwa seluruh isi pemikiran berasal dari pengalaman, yang ia sebut dengan istilah “persepsi”. Menurut Hume persepsi terdiri dari dua macam, yaitu: kesan-kesan dan gagasan. Kesan adalah persepsi yang masuk melalui akal budi, secara langsung, sifatnya kuat dan hidup.Sedangkan gagasan adalah persepsi yang berisi gambaran kabur tentang kesan-kesan.Gagasan ini diartikan dengan cerminan dari kesan.
Empiris memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah barang kali merupakan satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut empirisme.Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi. Berbeda dengan rasionalisme dengan titik tumpu pengetahuan berdasarkan rasio yang memang menempel secara alami, maka kita akan menemukan perbedaan tajam dengan aliran yang satu ini, yaitu empirisme. Aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan manusia berdasarkan pengalaman. Atau meminjam kata-kata John Locke, salah satu dedengkotnya … “Manusia itu ibarat tabula rasa yang nantinya akan diwarnai oleh keadaan eksternalnya…”
Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu :
a.        Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.
b.       Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
c.        Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
d.       Semua pengetahuan turun secara langsung, atau disimpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran defisional logika dan matematika)
e.        Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan yang diperoleh dari pengalaman.
f.         Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.

3.     Teori konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan.Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting.Perintis aliran konvergensi adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia  disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya tidak berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan bakat itu.
Ketika aliran-aliran pendidikan, yakni nativisme, empirisme dan konvergensi, dikaitkan dengan teori belajar mengajar kelihatan bahwa kedua aliran yang telah disebutkan  (nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan. Adapun kelemahan yang dimaksudkan adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya ekstrim berat sebelah.Sedangkan aliran yang terakhir (konvergensi) pada umumunya diterima seara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang seorang peserta didik dalam kegiatan belajarnya.Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu.
Keberhasilan teori belajar mengajar jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya.Menurut aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru lingkungan yang mempengaruhi peserta didik tersebut.Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara lingkungan dan bakat pada peserta didik yang terbawa sejak lahir saling memengaruhi.

4.     Teori Belajar Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ).Eksperimen thorndike ini menggunakan hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.Percobaan Thorndike menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Ciri-ciri Belajar dengan Trial and Erroradalah:
a.Ada motif pendorong aktivitas,
b.Ada berbagai respon terhadap situasi,
c.Ada eliminasi respon-respon yang gagal atau salah,dan
d. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Thorndike (1874-1949), ia mengemukakan teorinya yang disebut sebagai teori belajar “ Connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error” dlam rangkan menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku beberapa binatang antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang dewasa. Ia mengatakan, bahwa belajar dengan “Trial and error” itu dmulai dengan adanya beberapa motif yang mendorong keaktivan. Dengan demikian,untuk mengaktifkan anak dalam belajar dibutuhkan motivasi.

5.     Teori Belajar B.F Skinner
Menurut Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya.Bukan begitu, banyak tingkah laku menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu mengubah kemungkinan organisme itu merespon nanti.Asas-asas kondisioning operan adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John Watson.Artinya, agar psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan fokus penelitian psikologi.Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R lainnya, Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike.Ia mengajukan suatu paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya respons atau tingkah laku operan.
Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah Pengkondisian operan (kondisioning operan).Ada 4 asumsi yang membentuk landasan untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122).Yaitu : Belajar itu adalah tingkah laku, Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan kondisi-kondisi lingkungan. Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah kondisi-kondisi yang di control secara seksama, dan Data dari studi eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Kelebihan yang dimiliki oleh teori ini,pendidik diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya.hal ini ditunjukkan dengan dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya kesalahan. Adapun kekurangan dengan tidak adanya system hukuman menjadikan siswa jadi kurang perhatian terhadap kedisiplinan. Kejadian fatal dalam penerapan teori ini, yaitu penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari perbuatannya.Misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk pada siswa.

6.     Teori Belajar Gagne
Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat kompleks. Artinya, hasil belajar akan memberikan perubahan pada siswa  dengan perubahan kemampuan, sikap, minat atau nilai pada seseorang.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
ada 8 tipe belajar, yaitu:
1.     Tipe belajar tanda (Signal learning)
2.     Tipe belajar rangsang-reaksi (Stimulus-response learning)
3.     Tipe belajar berangkai (Chaining Learning)
4.     Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal association learning)
5.     Tipe belajar membedakan (Discrimination learning)
6.     Tipe belajar konsep (Concept Learning)
7.     Tipe belajar kaidah (RuleLearning)
8.     Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving)
sistematika Gagne meliputi lima kategori hasil belajar. Kelima kategori hasil belajar tersebut adalah informasi verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan motorik, dan sikap.
Adapun fase-fase belajar menurut Gagne:
1.       Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa langkah. Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan (dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya).
2.       Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang yang telah belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada kemampuan atau sikapnya.
3.   Fase pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
4.   Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dsalam ingatan) dengan maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan apa yang disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan tersebut, dan inilah yang disebut dengan pengungkapan kembali. Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah dimiliki tidak berubah-ubah.
Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran
1.     Mengontrol perhatian siswa.
2.     Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru.
3.     Merangsang dan mengingatkan kembali  kemampuan-kemampuan siswa.
4.     Penyajian stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
5.     Memberikan bimbingan belajar.
6.     Memberikan umpan balik.
7.     Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah dicapainya.
8.     Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
9.     Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan yang baru diberikan.
Aplikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran :  
Karakteristik materi matematika yang berjenjang (hirarkis) memerlukan cara belajar yang berjenjang pula. Untuk memahami suatu konsep dan/atau rumus matematika yang lebih tinggi, diperlukan pemahaman yang memadai terhadap konsep dan/atau rumus yang ada di bawahnya.

7.     Teori Belajar David P. Ausubel
Menurut Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning) dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal adalah peserta didik berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh guru atau yang dibaca tanpa makna.
Pendekatan Deduktif adalah pendekatan yang menggunakan penalaran deduktif dengan cara definisi diberikan terlebih dahulu, kemudian para siswa diajak untuk menerapakan teori-teori melalui contoh yang sesuai dengan materi yang diberikan sebelumnya oleh guru, atau dengan kata lain pendekatan yang menggunakan pola pikir logis untuk menarik suatu kesimpulan dari hal umum ke hal yang khusus. Pendekatan ini berkaitan erat dengan teori belajar Ausubel.
Empat Tipe Belajar Menurut Ausubel
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik.Peserta didik itu kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki.
2. Belajar dengan penemuan tidak bermakna
Informasi yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik, kemudian ia menghafalnya.
3. Belajar menerima yang bermakna
Informasi yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik dalam bentuk final/ akhir, peserta didik kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang dimiliki.
4. Belajar menerima yang tidak bermakna
Dari setiap tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam bentuk final.Peserta didik tersebut kemudian menghafalkannya.Bahan yang disajikan tadi tanpa memperhatikan pengetahuan yang dimiliki peserta didik.

8.     Teori Belajar Piaget
Menurut Jean Piaget, belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.
Adapun Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
a.     Tahap sensorimotor : umur 0 – 2 tahun.
Kegiatan intelektual pada tahap ini hamper seluruhnya mencakup gejala yang diterima secara langsung oleh indra. Pada saat anak mencapai kematangan dan mulai memperoleh keterampilan bahasa, mereka mengaplikasikannya dengan menerapkan pada objek-objek yang nyata. Anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama yang diberikan pada benda tersebut
b.     Tahap Pra operasional : umur 2 -7 tahun.
Pada tahap ini perkembangan sangat pesat.Lambang-lambang yang dipergunakan untuk menunjukkan benda-benda nyata bertambah dengan pesat.Anak bisa mengambil kesimpulan dari sebagian kecil yang diketahuinya, dari suatu keseluruhan yang besar.
c.      Tahap operasi kongkret : umur 7 – 11/12 tahun.
Kemampuan berpikir logis muncul pada tahap ini.Mereka dapat berpikir sistematis umtuk pencapaian pemecahan masalah.Masalah yang dihadapi bersifat konkret.
d.     Tahap operasi formal: umur 11/12 ke atas.
Pada tahap ini adalah tahap berpikir dewasa. Mereka dapat mengaplikasikan cara berpikirnya pada permasalahan dari semua kategori, baik yang abstrak maupun yang konkret.

Piaget berkesimpulan bahwa setiap makhluk hidup memang perlu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat melestarikan kehidupannya.
Dengan demikian guru bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi siswanya, misalnya dalam memilih cara penyampaian materi bagi siswa, penyediaan alat-alat peraga dan sebagainya, sesuai dengan tahap perkembangan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa masing-masing. Karena kemampuan memahami siswa beda dari orang satu dengan yang lainnya, sehingga perlunya perhatian guru dalam proses pengajaran.

9.     Teori Belajar Vygostky
Menurut Vygostky, pembelajaran terjadi apabila peserta didik bekerja atau belajar dalam zone of proximal development. Zone of proximal developmnet merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Teori Vigotsky dalam kegiatan pembelajaran juga dikenal apa yang dikatakan scaffolding yaitu memberikan sejumlah besar dukungan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri
Bentuk penerapan teori belajar Vygotsky adalah melalui metode pembelajaran kooperatif dan metode pembelajaran peer tutoring (tutor sebaya).
Metode Pembelajaran Kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih
Pembelajaran dengan tutor sebaya adalah sebuah prosedur siswa mengajar siswa lainnya. Pembelajaran dengan tutor sebaya dilakukan atas dasar bahwa ada sekelompok siswa yang lebih. mudah bertanya, lebih terbuka dengan teman sendiri dibandingkan dengan gurunya.

10.                        Teori Belajar Jhon Dewey
John Dewey mengemukakan bahwa belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri dan topik dalam kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai kaitan satu sama lain (Sugihartono dkk, 2007:108). Apabila belajar siswa tergantung pada pengalaman dan minat siswa maka suasana belajar siswa akan menjadi lebih menyenangkan dan hal ini akan mendorong siswa untuk berfikir proaktif dan mampu mencari pemecahan masalah, di samping itu kurikulum yang diajarkan harus saling terintegrasi agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan memiliki hasil maksimal.John Dewey dalam bukunya Democracy and Education (1950: 89-90,dalam Dwi Siswoyo dkk, 2011), pendidikan adalah rekonstruksi atau  reorganisasi pengalaman yang menambah makna pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk mengarahkan pengalaman selanjutnya. hal ini dapat dikatakan bahwa dalam pendidikan ada keterkaitan antara siswa dengan permasalahan yang dihadapi dan siswa tersebut yang merekonstruksi lewat pengetahuan yang dimiliki. Selain itu dari teori kognitif yang menegaskan pengalaman sebagai landasanpembelajaran juga sangat relevan.
Selain itu, ia  juga mengembangkan teori perkembangan moral peserta didik. John Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahapan, yaitu tahap premoral atau preconventional, tahap conventional, dan tahap autonomous (Dwi Siswoyo dkk, 2011).
Selanjutnya John Dewey (Dwi Siswoyo dkk, 2011) menjelaskan beberapa tahapan yang dikemukakan, yaitu:
a.Tahap premoral. Tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau sosial.
b. Tahap convention. Seseorang mulai bisa menerima nilai dengan sedikit kritis berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
c. Tahap autonomous. Seseorang sudah mulai bisa berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.

11.                        Teori Belajar Brunner
Teori belajar Brunner, merupakan teori belajar yang mengutamakan perkembangan kognitif (pengetahuan). Sejalan dengan  teori Piaget dan Ausubel yang memiliki paham yang sama “kognitivisme”. Teori perkembangan Piaget, teori bermakna Ausubel, dan teori kognitif Brunner. Dalam teori ini, terjadinya proses belajar lebih ditentukan oleh carakita mengatur materi pelajaran
Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap :
venaktif(aktivitas mahasiwa untuk memahami
lingkungan melalui observasi langsung realitas)
vikonik (mahasiswa mengobservasi realitas tidak secara
langsung, tetapi melalui  sumber sekunder , misalnya
melalui gambar-gambar atau tulisan)
vsimbolik (mahasiswa membuat abstraksi berupa teori,
penafsiran, analisis terhadap realitas yang telah
diamati dan alami)

APLIKASI TEORI KOGNITIF BRUNER
a.     Menentukan tujuan-tujuan instruksional
b.     Memilih materi pelajaran
c.      Menentukan topik yang bisa dipelajari secara induktif oleh siswa
d.     Mencari contoh, tugas, ilustrasi, dan sebagainya
e.      Mengatur topik-topik mulai dari yang paling konkret ke abstrak, dari yang sederhana ke kompleks, dari tahap enaktif, ikonik ke simbolik, dan sebagainya
f.       Mengevaluasi proses dan hasil belajar




      
DAFTAR PUSTAKA

http://fajarkurniawan.blogspot.com/2014/04/2.TEORI-BELAJAR-DAN-MOTIVASI-OK.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar