Berikut
ini uraian materi tentang teori-teori belajar
1. Teori Nativisme
Nativisme berasal dari kata “nativus”
artinya pembawaan.Teori nativisme ini dipelopori oleh Schopenhauer.Teori
nativisme dikenal juga dengan teori naturalism atau teori pesimisme.Teori ini
berpendapat bahwa manusia itu mengalami pertumbuhkembangan bukan karena faktor
pendidikan dan intervensi lain diluar manusia itu, melainkan ditentukan oleh
bakat dan pembawaannya. Teori ini berpendapat bahwa upaya pendidikan itu tidak
ada gunanya dan tidak ada hasilnya. Bahkan menurut teori ini pendidikan it
upaya itu justru akan merusak perkembangan anak. Pertumbuhkembangan anak tidak
perlu diintervensi dengan upaya pendidikan, agar pertumbuhkembangan anak
terjadi secara wajar, alamiah, sesuai dengan kodratnya. Menurutnya, misalnya
seorang anak ahli main music tanpa di didik maka ia akan menjadi ahli music,
begitupun penjahat akan tetap penjahat.
Menurut teori nativisme ada beberapa faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan manusia yaitu : factor genetic, factor kemampuan
anak, dan factor pertumbuhan anak. Adapun tujuannya dari ketiga factor yang mempengaruhi
perkembangan tersebut yaitu adalah sebagai berikut :Dapat memunculkan bakat
yang dimiliki, Menjadikan diri yang berkompetensi, Mendorong manusia dalam
menetukan pilihan, Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam
diri seseorang, dan Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki.
Melihat dari tujuan-tujuan itu memang
bersifat positif.Tetapi dalam penerapan di praktek pendidikan, teori tersebut
kurang mengenai atau kurang tepat tanpa adanya pengaruh dari luar seperti
pendidikan.Dalam praktek pendidikan suatu kematangan atau keberhasilan tidak
hanya dari bawaan sejak lahir.Akan tetapi banyak faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya seperti lingkungan.Dapat diambil contoh lagi yaitu orang tua
yang tidak mampu dan kurang cerdas melahirkan anak yang cerdas daripada orang
tuanya.Hal tersebut tidak hanya terpaut masalah gen, tetapi ada
dorongan-dorongan dari luar yang mempengaruhi anak tersebut.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya,
sekarang ini yang ada dalam praktek pendididkan tidak lagi memperhatikan apakah
manusia memiliki bakat dari lahir atau tidak, melainkan kemauan atau usaha yang
dilakukan oleh manusia tersebut untuk kemajuan yang besar bagi dirinya.Memang
secara teoritis pendidikan tidaklah berpengaruh atau tidak berdaya dalam
membentuk atau mengubah sifat dan bakat yang dibawa sejak lahir.Kemudian
potensi kodrat menjadi cirri khas pribadi anak dan bukan dari hasil
pendidikan.Terlihat jelas bahwa anatara teori nativisme dan pendidikan tidak
mempunyai hubungan serta tidak saling terkait antara yang satu dengan lainnya.Oleh
sebab itulah aliran atau teori nativisme ini dianggap aliran pesimistis, karena
menerima kepribadian anak sebagaimana adanya tanpa kepercayaan adanya nilai-nilai
pendidikan yang dapat ditanamkan untuk merubah kepribadiannya.
2. Teori
Emprisme
Secara epistimologi, istilah
empirisme berasal dari kata Yunani yaitu emperia yang artinya
pengalaman.Berbeda dengan rasionalisme yang memberikan kedudukan bagi rasio
sebagai sumber pengetahuan, maka empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengenalan, baik pengalaman lahiriyah maupun pengalaman batiniyah.Thomas Hobbes
menganggap bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan.
Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan (kalkulus), yaitu
penggabungan data-data inderawi yang sama, dengan cara berlainan. Dunia dan
materi adalah objek pengenalan yang merupakan system materi dan merupakan suatu
proses yang berlangsung tanpa hentinya atas dasar hukum dan mekanisme. Prinsip
dan metode empirisme diterapkan pertama kali oleh Jhon Locke, langkah utamanya
adalah teori empirisme seperti yang telah diajarkan Bacon dan Hobbes dengan
ajaran rasionalisme Descartes.Menurut dia, segala pengetahuan dating dari
pengalaman dan tidak lebih dari itu.
Sementara menurut David Hume bahwa
seluruh isi pemikiran berasal dari pengalaman, yang ia sebut dengan istilah
“persepsi”. Menurut Hume persepsi terdiri dari dua macam, yaitu: kesan-kesan
dan gagasan. Kesan adalah persepsi yang masuk melalui akal budi, secara
langsung, sifatnya kuat dan hidup.Sedangkan gagasan adalah persepsi yang berisi
gambaran kabur tentang kesan-kesan.Gagasan ini diartikan dengan cerminan dari
kesan.
Empiris memegang peranan yang amat
penting bagi pengetahuan, malah barang kali merupakan satu-satunya sumber dan
dasar ilmu pengetahuan menurut penganut empirisme.Pengalaman inderawi sering
dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi. Berbeda dengan rasionalisme dengan
titik tumpu pengetahuan berdasarkan rasio yang memang menempel secara alami,
maka kita akan menemukan perbedaan tajam dengan aliran yang satu ini, yaitu
empirisme. Aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan manusia berdasarkan
pengalaman. Atau meminjam kata-kata John Locke, salah satu dedengkotnya …
“Manusia itu ibarat tabula rasa yang nantinya akan diwarnai oleh keadaan
eksternalnya…”
Ajaran-ajaran pokok empirisme yaitu
:
a.
Pandangan
bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan
menggabungkan apa yang dialami.
b. Pengalaman inderawi adalah
satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
c.
Semua
yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
d.
Semua
pengetahuan turun secara langsung, atau disimpulkan secara tidak langsung dari
data inderawi (kecuali beberapa kebenaran defisional logika dan matematika)
e.
Akal
budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa
acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi
mendapat tugas untuk mengolah bahan yang diperoleh dari pengalaman.
f.
Empirisme
sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan.
3. Teori
konvergensi
Aliran konvergensi berasal dari kata
konvergen, artinya bersifat menuju satu titik pertemuan.Aliran ini berpandangan
bahwa perkembangan individu itu baik dasar (bakat, keturunan) maupun
lingkungan, kedua-duanya memainkan peranan penting.Perintis aliran konvergensi
adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang
berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia disertai pembawaan
baik maupun pembawaan buruk. Bakat yang dibawa anak sejak kelahirannya tidak
berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai untuk
perkembangan bakat itu.
Ketika aliran-aliran pendidikan,
yakni nativisme, empirisme dan konvergensi, dikaitkan dengan teori belajar
mengajar kelihatan bahwa kedua aliran yang telah disebutkan
(nativisme-empirisme) mempunyai kelemahan. Adapun kelemahan yang dimaksudkan
adalah sifatnya yang ekslusif dengan cirinya ekstrim berat sebelah.Sedangkan
aliran yang terakhir (konvergensi) pada umumunya diterima seara luas sebagai
pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh-kembang seorang peserta didik dalam
kegiatan belajarnya.Meskipun demikian, terdapat variasi pendapat tentang
faktor-faktor mana yang paling penting dalam menentukan tumbuh-kembang itu.
Keberhasilan teori belajar mengajar
jika dikaitkan dengan aliran-aliran dalam pendidikan, diketahui beberapa
rumusan yang berbeda antara aliran yang satu dengan aliran lainnya.Menurut
aliran nativisme bahwa seorang peserta tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan,
sedangkan menurut aliran empirisme bahwa justru lingkungan yang mempengaruhi
peserta didik tersebut.Selanjutnya menurut aliran konvergensi bahwa antara
lingkungan dan bakat pada peserta didik yang terbawa sejak lahir saling
memengaruhi.
4. Teori
Belajar Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon (R ).Eksperimen thorndike ini menggunakan
hewan-hewan terutama kucing untuk mengetahui fenomena belajar. Dari eksperimen
kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya
tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk
memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha atau percobaan-percobaan
(trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu.Bentuk paling dasar
dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting
learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu.Oleh karena itu teori
belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar
koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang
memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia
dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.Percobaan
Thorndike menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”,
yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah.
Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Ciri-ciri Belajar dengan Trial
and Erroradalah:
a.Ada motif pendorong aktivitas,
b.Ada berbagai respon terhadap situasi,
c.Ada eliminasi respon-respon yang gagal atau salah,dan
d. Ada kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Thorndike
(1874-1949), ia mengemukakan teorinya yang disebut sebagai teori belajar “
Connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi
antara stimulus dan respon. Teori ini sering juga disebut “Trial and error”
dlam rangkan menilai respon yang terdapat bagi stimulus tertentu. Thorndike
mendasarkan teorinya atas hasil-hasil penelitiannya terhadap tingkah laku
beberapa binatang antara lain kucing, dan tingkah laku anak-anak dan orang
dewasa. Ia mengatakan, bahwa belajar dengan “Trial and error” itu dmulai dengan
adanya beberapa motif yang mendorong keaktivan. Dengan demikian,untuk
mengaktifkan anak dalam belajar dibutuhkan motivasi.
5. Teori
Belajar B.F Skinner
Menurut
Skinner penjelasan S-R tentang terjadinya perubahan tingkah laku tidak lengkap
untuk menjelaskan bagaimana organisme berinteraksi dengan lingkungannya.Bukan
begitu, banyak tingkah laku menghasilkan perubahan atau konsekuensi pada
lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap organisme dan dengan begitu
mengubah kemungkinan organisme itu merespon nanti.Asas-asas kondisioning operan
adalah kelanjutan dari tradisi yang didirikan oleh John Watson.Artinya, agar
psikologi bisa menjadi suatu ilmu, maka studi tingkah laku harus dijadikan
fokus penelitian psikologi.Tidak seperti halnya teoritikus-teoritikus S-R lainnya,
Skinner menghindari kontradiksi yang ditampilkan oleh model kondisioning klasik
dari Pavlov dan kondisioning instrumental dari Thorndike.Ia mengajukan suatu
paradigma yang mencakup kedua jenis respon itu dan berlanjut dengan mengupas
kondisi-kondisi yang bertanggung jawab atas munculnya respons atau tingkah laku
operan.
Inti dari teori behaviorisme Skinner adalah
Pengkondisian operan (kondisioning operan).Ada 4 asumsi yang membentuk landasan
untuk kondisioning operan (Margaret E. Bell Gredler, hlm 122).Yaitu : Belajar
itu adalah tingkah laku, Perubahan tingkah-laku (belajar) secara fungsional
berkaitan dengan adanya perubahan dalam kejadian-kejadian di lingkungan
kondisi-kondisi lingkungan. Hubungan yang berhukum antara tingkah-laku dan
lingkungan hanya dapat di tentukan kalau sifat-sifat tingkah-laku dan kondisi
eksperimennya di devinisikan menurut fisiknya dan di observasi di bawah
kondisi-kondisi yang di control secara seksama, dan Data dari studi
eksperimental tingkah-laku merupakan satu-satunya sumber informasi yang dapat
di terima tentang penyebab terjadinya tingkah laku.
Kelebihan yang dimiliki oleh teori ini,pendidik
diarahkan untuk menghargai setiap anak didiknya.hal ini ditunjukkan dengan
dihilangkannya sistem hukuman. Hal itu didukung dengan adanya pembentukan
lingkungan yang baik sehingga dimungkinkan akan meminimalkan terjadinya
kesalahan. Adapun kekurangan dengan tidak adanya system hukuman menjadikan
siswa jadi kurang perhatian terhadap kedisiplinan. Kejadian fatal dalam
penerapan teori ini, yaitu penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk
mendisiplinkan siswa. Menurut Skinner hukuman yang baik adalah anak merasakan
sendiri konsekuensi dari perbuatannya.Misalnya anak perlu mengalami sendiri
kesalahan dan merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verbal maupun
fisik seperti: kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru berakibat buruk
pada siswa.
6. Teori
Belajar Gagne
Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah
karena belajar itu bersifat kompleks. Artinya, hasil belajar akan memberikan
perubahan pada siswa dengan perubahan
kemampuan, sikap, minat atau nilai pada seseorang.
Menurut Gagne,
ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan
responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya,
Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika
lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam
pembelajaran.
ada 8 tipe belajar, yaitu:
1. Tipe belajar
tanda (Signal learning)
2. Tipe belajar
rangsang-reaksi (Stimulus-response learning)
3. Tipe belajar
berangkai (Chaining Learning)
4. Tipe belajar
asosiasi verbal (Verbal association learning)
5. Tipe belajar
membedakan (Discrimination learning)
6. Tipe belajar
konsep (Concept Learning)
7. Tipe belajar
kaidah (RuleLearning)
8. Tipe belajar
pemecahan masalah (Problem solving)
sistematika Gagne meliputi lima
kategori hasil belajar. Kelima kategori hasil belajar tersebut adalah informasi
verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan
motorik, dan sikap.
Adapun
fase-fase belajar menurut Gagne:
1.
Fase penerimaan (apprehending phase)
Pada fase ini,
rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa langkah.
Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah
pencatatan (dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya).
2.
Fase penguasaan (Acquisition phase)
Pada tahap ini
akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang yang telah
belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya perubahan pada
kemampuan atau sikapnya.
3. Fase
pengendapan (Storage phase)
Sesuatu yang
telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan
bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
4. Fase
pengungkapan kembali (Retrieval phase)
Apa yang telah
dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dsalam ingatan) dengan maksud untuk
digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan apa
yang disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan
tersebut, dan inilah yang disebut dengan pengungkapan kembali. Fase ini
meliputi penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki, serta
mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah dimiliki tidak
berubah-ubah.
Implikasi
Teori Gagne dalam Pembelajaran
1. Mengontrol
perhatian siswa.
2. Memberikan
informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru.
3. Merangsang dan
mengingatkan kembali kemampuan-kemampuan siswa.
4. Penyajian
stimuli yang tak bisa dipisah-pisahkan dari tugas belajar.
5. Memberikan bimbingan
belajar.
6. Memberikan
umpan balik.
7. Memberikan
kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah dicapainya.
8. Memberikan
kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.
9. Memberikan
kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan yang baru
diberikan.
Aplikasi Teori Gagne dalam
Pembelajaran :
Karakteristik materi matematika yang
berjenjang (hirarkis) memerlukan cara belajar yang berjenjang pula. Untuk
memahami suatu konsep dan/atau rumus matematika yang lebih tinggi, diperlukan
pemahaman yang memadai terhadap konsep dan/atau rumus yang ada di bawahnya.
7. Teori
Belajar David P. Ausubel
Menurut
Ausubel ada dua jenis belajar : (1) Belajar bermakna (meaningful learning)
dan (2) belajar menghafal (rote learning). Belajar bermakna adalah suatu
proses belajar di mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian
yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Sedangkan belajar menghafal
adalah peserta didik berusaha menerima dan menguasai bahan yang diberikan oleh
guru atau yang dibaca tanpa makna.
Pendekatan
Deduktif adalah pendekatan yang menggunakan penalaran deduktif dengan cara
definisi diberikan terlebih dahulu, kemudian para siswa diajak untuk
menerapakan teori-teori melalui contoh yang sesuai dengan materi yang diberikan
sebelumnya oleh guru, atau dengan kata lain pendekatan yang menggunakan pola
pikir logis untuk menarik suatu kesimpulan dari hal umum ke hal yang khusus.
Pendekatan ini berkaitan erat dengan teori belajar Ausubel.
Empat Tipe
Belajar Menurut Ausubel
1. Belajar dengan penemuan yang bermakna
Informasi
yang dipelajari, ditentukan secara bebas oleh peserta didik.Peserta didik itu
kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu dengan struktur kognitif yang
dimiliki.
2. Belajar dengan penemuan tidak bermakna
Informasi yang dipelajari,
ditentukan secara bebas oleh peserta didik, kemudian ia menghafalnya.
3. Belajar
menerima yang bermakna
Informasi
yang telah tersusun secara logis di sajikan kepada peserta didik dalam bentuk
final/ akhir, peserta didik kemudian menghubungkan pengetahuan yang baru itu
dengan struktur kognitif yang dimiliki.
4. Belajar
menerima yang tidak bermakna
Dari setiap
tipe bahan yang disajikan kepada peserta didik dalam bentuk final.Peserta didik
tersebut kemudian menghafalkannya.Bahan yang disajikan tadi tanpa memperhatikan
pengetahuan yang dimiliki peserta didik.
8. Teori
Belajar Piaget
Menurut Jean Piaget, belajar akan lebih
berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.
Adapun Tahap Perkembangan Kognitif
Piaget
a. Tahap sensorimotor : umur 0 – 2
tahun.
Kegiatan
intelektual pada tahap ini hamper seluruhnya mencakup gejala yang diterima
secara langsung oleh indra. Pada saat anak mencapai kematangan dan mulai
memperoleh keterampilan bahasa, mereka mengaplikasikannya dengan menerapkan
pada objek-objek yang nyata. Anak mulai memahami hubungan antara benda dengan
nama yang diberikan pada benda tersebut
b. Tahap Pra operasional : umur 2 -7
tahun.
Pada
tahap ini perkembangan sangat pesat.Lambang-lambang yang dipergunakan untuk
menunjukkan benda-benda nyata bertambah dengan pesat.Anak bisa mengambil
kesimpulan dari sebagian kecil yang diketahuinya, dari suatu keseluruhan yang
besar.
c. Tahap operasi kongkret : umur 7 –
11/12 tahun.
Kemampuan
berpikir logis muncul pada tahap ini.Mereka dapat berpikir sistematis umtuk
pencapaian pemecahan masalah.Masalah yang dihadapi bersifat konkret.
d. Tahap operasi formal: umur 11/12 ke
atas.
Pada
tahap ini adalah tahap berpikir dewasa. Mereka dapat mengaplikasikan cara
berpikirnya pada permasalahan dari semua kategori, baik yang abstrak maupun
yang konkret.
Piaget berkesimpulan bahwa setiap
makhluk hidup memang perlu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat
melestarikan kehidupannya.
Dengan demikian guru bisa memberikan
perlakuan yang tepat bagi siswanya, misalnya dalam memilih cara penyampaian
materi bagi siswa, penyediaan alat-alat peraga dan sebagainya, sesuai dengan
tahap perkembangan kemampuan berpikir yang dimiliki oleh siswa masing-masing.
Karena kemampuan memahami siswa beda dari orang satu dengan yang lainnya,
sehingga perlunya perhatian guru dalam proses pengajaran.
9. Teori
Belajar Vygostky
Menurut Vygostky, pembelajaran terjadi
apabila peserta didik bekerja atau belajar dalam zone of proximal development.
Zone of proximal developmnet merupakan celah antara actual development dan
potensial development, dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan
sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan
sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya.
Teori Vigotsky dalam kegiatan pembelajaran
juga dikenal apa yang dikatakan scaffolding yaitu memberikan sejumlah besar
dukungan kepada anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian
mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan kepada anak itu untuk mengambil
tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia mampu melakukannya sendiri
Bentuk penerapan teori belajar Vygotsky
adalah melalui metode pembelajaran kooperatif dan metode pembelajaran peer
tutoring (tutor sebaya).
Metode Pembelajaran Kooperatif adalah suatu
metode pembelajaran yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam
bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur
dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih
Pembelajaran dengan tutor sebaya
adalah sebuah prosedur siswa mengajar siswa lainnya. Pembelajaran dengan tutor
sebaya dilakukan atas dasar bahwa ada sekelompok siswa yang lebih. mudah
bertanya, lebih terbuka dengan teman sendiri dibandingkan dengan gurunya.
10.
Teori Belajar Jhon Dewey
John Dewey mengemukakan bahwa
belajar tergantung pada pengalaman dan minat siswa sendiri dan topik dalam
kurikulum seharusnya saling terintegrasi bukan terpisah atau tidak mempunyai
kaitan satu sama lain (Sugihartono dkk, 2007:108). Apabila belajar siswa
tergantung pada pengalaman dan minat siswa maka suasana belajar siswa akan
menjadi lebih menyenangkan dan hal ini akan mendorong siswa untuk berfikir
proaktif dan mampu mencari pemecahan masalah, di samping itu kurikulum yang
diajarkan harus saling terintegrasi agar pembelajaran dapat berjalan dengan
baik dan memiliki hasil maksimal.John Dewey dalam bukunya
Democracy and Education (1950: 89-90,dalam Dwi Siswoyo dkk, 2011), pendidikan
adalah rekonstruksi atau reorganisasi
pengalaman yang menambah makna pengalaman, dan yang menambah kemampuan untuk
mengarahkan pengalaman selanjutnya. hal ini dapat dikatakan bahwa dalam
pendidikan ada keterkaitan antara siswa dengan permasalahan yang dihadapi dan
siswa tersebut yang merekonstruksi lewat pengetahuan yang dimiliki. Selain itu
dari teori kognitif yang menegaskan pengalaman sebagai landasanpembelajaran juga
sangat relevan.
Selain itu, ia juga mengembangkan teori perkembangan moral
peserta didik. John Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahapan,
yaitu tahap premoral atau preconventional, tahap conventional, dan tahap autonomous
(Dwi Siswoyo dkk, 2011).
Selanjutnya John Dewey (Dwi Siswoyo
dkk, 2011) menjelaskan beberapa tahapan yang dikemukakan, yaitu:
a.Tahap premoral. Tingkah laku seseorang didorong oleh
desakan yang bersifat fisikal atau sosial.
b. Tahap convention. Seseorang mulai bisa menerima
nilai dengan sedikit kritis berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
c. Tahap autonomous. Seseorang sudah mulai bisa berbuat
atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya
sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.
11.
Teori Belajar Brunner
Teori belajar Brunner, merupakan teori
belajar yang mengutamakan perkembangan kognitif (pengetahuan). Sejalan
dengan teori Piaget dan Ausubel yang
memiliki paham yang sama “kognitivisme”. Teori perkembangan Piaget, teori
bermakna Ausubel, dan teori kognitif Brunner. Dalam teori ini, terjadinya
proses belajar lebih ditentukan oleh carakita mengatur materi pelajaran
Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap
:
venaktif(aktivitas mahasiwa untuk memahami
lingkungan melalui observasi langsung
realitas)
vikonik (mahasiswa mengobservasi realitas tidak
secara
langsung, tetapi melalui sumber sekunder , misalnya
melalui gambar-gambar atau tulisan)
vsimbolik (mahasiswa membuat abstraksi berupa teori,
penafsiran, analisis terhadap realitas yang
telah
diamati dan alami)
APLIKASI TEORI KOGNITIF BRUNER
a.
Menentukan
tujuan-tujuan instruksional
b.
Memilih
materi pelajaran
c.
Menentukan
topik yang bisa dipelajari secara induktif oleh siswa
d.
Mencari
contoh, tugas, ilustrasi, dan sebagainya
e.
Mengatur
topik-topik mulai dari yang paling konkret ke abstrak, dari yang sederhana ke
kompleks, dari tahap enaktif, ikonik ke simbolik, dan sebagainya
f.
Mengevaluasi
proses dan hasil belajar
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar